Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi akhirnya mengizinkan tenaga kerja asing (TKA) asal China untuk bekerja membangun smelter di daerahnya.
Padahal, sebelumnya orang nomor satu di Provinsi Sultra tersebut dengan tegas menolak kedatangan mereka meski mendapat izin dari pemerintah pusat.
Saat diwawancarai Kompas TV pada Selasa (16/6/2020), sikap yang ditunjukan Gubernur Sultra itu kini berubah secara drastis.
Dengan alasan tidak ingin bertentangan dengan pemerintah pusat, ia mengatakan telah mengizinkan 500 TKA asal China itu untuk bekerja membangun smelter di daerahnya.
"Kita pemerintah daerah tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat," kata Ali.
Baca juga: Sempat Menolak, Gubernur Kini Sultra Izinkan 500 TKA China Bekerja di Konawe
Mendukung investasi
Ali mengatakan, kedatangan para TKA asal China itu diharapkan bisa mendukung investasi yang ada di daerahnya.
"Sehingga pasca-Covid, kita bisa bangkit," kata Ali.
Lebih lanjut dikatakan, 500 TKA asal China itu akan datang secara bertahap mulai 23 Juni 2020.
Pada tahap pertama, dikatakan, akan ada 146 orang yang datang dengan didampingi empat tenaga medis.
Meski telah mengizinkan TKA asal China itu untuk datang, namun pihaknya tetap akan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Hal itu untuk meminimalisir potensi penularan Covid-19 yang diketahui saat ini masih cukup tinggi.
Baca juga: DPRD Sultra: Ini Aneh, Tenaga Kerja Lokal Dirumahkan Malah 500 TKA China Didatangkan
Seperti diketahui, pada akhir April 2020 lalu, Gubernur dan DPRD Sultra kompak untuk menolak rencana kedatangan 500 TKA asal China tersebut.
Saat itu, Gubernur Sultra Ali Mazi bahkan secara tegas mengatakan, kedatangan TKA China itu dianggap bertentangan dengan suasana kebatinan masyarakat.
"Setelah saya mengetahui informasi itu, langsung mengundang Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan juga DPRD, Danrem, Kapolda, Imigrasi. Kesimpulannya kita keberatan untuk kebijakan memasukkan kembali 500 TKA asal China,” ungkapnya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat yang mengizinkan kedatangan TKA China itu bisa memicu gejolak masyarakat, meski dilengkapi dokumen bebas Covid-19.
“49 TKA yang lalu saja kita sudah babak belur. Suasana kebatinan masyarakat menghadapi corona, tidak tepat dengan memasukkan TKA asal Cina,” terangnya. regional.kompas.com