Kongres Amerika Serikat menyetujui UU yang menyerukan pemberian sanksi pada pejabat China yang bertanggung jawab atas penindasan kelompok Muslim Uighur.
Diberitakan Aljazeera, Undang Undang Hak Asasi Manusia (HAM) Uighur disahkan melalui pemungutan suara, di mana terdapat 413 anggota yang menyetujui dan hanya satu anggota yang menentangnya. Undang-undang tersebut kini akan dikirimkan ke Gedung Putih untuk ditandatangani Donald Trump.
Pengesahan UU tersebut terjadi beberapa tidak lama setelah Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menyatakan kepada kongres bahwa pemerintah AS tidak lagi menganggap Hong Kong sebagai kawasan otonom China.
Undang-undang tersebut menyerukan pemberian sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas penindasan warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya di Provinsi Xinjiang, China. UU tersebut juga menunjuk anggota Politbiro China dan seorang Sekretaris Partai Komunis China, Chen Quanguo yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat yang terjadi.
Anggota Kongres AS dari Partai Republik Michael McCaul mengatakan China telah melakukan genosida budaya terhadap warga Uighur.
"China memusnahkan seluruh kebudayaan hanya karena tidak sesuai dengan definisi China yang diyakini Partai Komunis," kata McCaul.
"Kita tidak bisa tinggal diam dan membiarkan ini berlanjut," imbuhnya.
Suara yang hampir bulat di Kongres, memberi sinyal pada Trump untuk menjatuhkan sanksi hak asasi manusia terhadap China. Namun, sejauh ini Gedung Putih belum memberi tanda-tanda akan melakukan penjatuhan sanksi tersebut.
Aktivis Uighur pun menyambut baik pengesahan UU ini. Presiden Kongres Uighur Dolkun Isa mendesak Presiden Trump untuk menandatangani UU tersebut dan segera mengimplementasikannya.
"Komunitas kami membutuhkan pemerintah AS dan pemerintah di seluruh dunia untuk mengambil tindakan nyata. Setelah bertahun-tahun menderita dan frustasi, orang-orang Uighur membutuhkan harapan," ujar Isa.
China berulang kali membantah terjadi pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur dan menyebut UU AS tersebut adalah bentuk campur tangan terhadap urusan dalam negeri China, serta mendesak AS untuk menghentikan RUU tersebut.
"Undang-undang ini merusak kondisi HAM di Xinjiang, memfitnah upaya China dalam upaya deradikalisasi dan anti terorisme serta secara kejam menyerang kebijakan pemerintah Xinjiang China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying. viva.co.id