Jakarta - Korupsi dan narkoba di muka hukum sama-sama dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Namun dalam praktiknya, penegakan hukum berbeda-beda.
Seperti yang dialami oleh fotografer Jerry Aurum. Mantan suami Denada itu memakai ganja dan ekstasi karena depresi usai tahu anaknya terkena kanker darah.
Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Jerry Aurum dihukum 11 tahun penjara. Alasannya, Jerry yang memakai ganja dan ekstasi untuk diri sendiri meresahkan masyarakat. "Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat!" demikian bunyi pertimbangan majelis hakim yang dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (20/3/2020).
Vonis itu diketok oleh ketua majelis hakim Hanry Hengky Suatan dengan anggota Bestman Simarmata dan Rita Elsy. Lalu lebih meresahkan mana ngeganja untuk diri sendiri dengan korupsi Rp 477 miliar?
Kasus korupsi Rp 477 miliar itu dilakukan oleh Khairil Wahyuni saat menjadi Dirut PT PLN Batubara. Anak perusahaan PLN ini dibentuk agar PLN memiliki pasokan batubara dengan stabil sehingga harga PLN ke masyarakat bisa terjangkau.
Namun pada kenyataannya, Khairil Wahyuni berkongkalikong dengan pengusaha batubara, Kokos Jiang. Kokos yang juga Dirut PT Tansri Madjid Energi (PT TME) melakukan serangkaian perbuatan memanipulasi proposal kontrak bisnis yang diajukan kepada PT PLN Batubara.
Yaitu tidak melakukan desk study dan kajian teknis, melakukan pengikatan kerja sama jual-beli batu bara yang masih berupa cadangan serta membuat kerja sama tidak sesuai spesifikasi batubara yang ditawarkan.
Khairil Wahyuni langsung menyetujui proposal itu sehingga uang negara dibobol hingga Rp 477 miliar. Uang itu masuk ke kantor Kokos Jiang. PLN buntung.
Kejaksaan Agung kemudian menyeret Khairil Wahyuni dan Kokos Jiang ke pengadilan. Majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Khairil Wahyuni dan 4 tahun penjara kepada Kokos Jiang.
Bagaimana dengan uang yang dikorupsi? Kokos mengembalikannya secara cash ke negara lewat Kejaksaan Agung.
Kembali lagi ke Jerry Aurum. Merujuk pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Rehabilitasi medis yakni terkait pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi sosial terkait pemulihan sosial dan mental pecandu narkoba.
Bagi pecandu yang tertangkap aparat, akan dilakukan penyelidikan. Apakah murni pecandu, atau memang terkait sindikat. Bila terkait sindikat, maka ia tetap diproses secara hukum dan diproses hingga pengadilan.
Namun bila ia benar-benar hanya pecandu/pemakai, maka BNN dapat langsung mengirimnya ke pusat rehabilitasi, tanpa perlu meneruskan prosesnya ke pengadilan.
"Untuk yang tertangkap, nanti diproses asessment sama BNN dulu. Kemungkinannya dua. Dia hanya sebagai pemakai atau terlibat sindikasi. Kalau cuma pemakai, tidak perlu proses pengadilan dulu. Langsung saja direhabilitasi. Nggak perlu diberkaskan, soalnya biaya pemberkasan itu mahal. Kecuali barang buktinya sampai puluhan gram, maka harus diberkaskan. Nantinya, terkait dia pecandu atau pengedar, baru menunggu keputusan hakim," kata Karo Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono, saat dihubungi detikcom, Senin (22/7/2019).
Baca juga:
Pemakai Ganja Dihukum 11 Tahun Penjara, Yang Korupsi Miliaran Dibui 2 Tahun
Bagaimana bila pecandu tetap diproses hukum ke pengadilan?
Dalam beberapa kasus, pecandu tetap diajukan ke pengadilan karena penyelidik meyakini ia terlibat jejaring sindikat narkoba. Dalam mengadili, hakim diberikan rambu-rambu terkait penanganan kasus tersebut.
Pasal 103 UU Narkotika menyebutkan:
(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Namun Jerry bernasib terbalik. Pengakuannya sebagai pecandu diabaikan majelis hakim. Perannya menjadi wistle blower yaitu menunjukkan pedagang ganja dan ekstasi yang dibelinya, juga tidak membuat hukumannya lebih ringan.
Jerry dan pedagang ganja-ekstasi Veldy, sama-sama dihukum 11 tahun penjara. Sangat kontras dengan Khairil Wahyuni dan Kokos Jiang yang hanya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan 4 tahun penjara. news.detik.com
Seperti yang dialami oleh fotografer Jerry Aurum. Mantan suami Denada itu memakai ganja dan ekstasi karena depresi usai tahu anaknya terkena kanker darah.
Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Jerry Aurum dihukum 11 tahun penjara. Alasannya, Jerry yang memakai ganja dan ekstasi untuk diri sendiri meresahkan masyarakat. "Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat!" demikian bunyi pertimbangan majelis hakim yang dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (20/3/2020).
Vonis itu diketok oleh ketua majelis hakim Hanry Hengky Suatan dengan anggota Bestman Simarmata dan Rita Elsy. Lalu lebih meresahkan mana ngeganja untuk diri sendiri dengan korupsi Rp 477 miliar?
Kasus korupsi Rp 477 miliar itu dilakukan oleh Khairil Wahyuni saat menjadi Dirut PT PLN Batubara. Anak perusahaan PLN ini dibentuk agar PLN memiliki pasokan batubara dengan stabil sehingga harga PLN ke masyarakat bisa terjangkau.
Namun pada kenyataannya, Khairil Wahyuni berkongkalikong dengan pengusaha batubara, Kokos Jiang. Kokos yang juga Dirut PT Tansri Madjid Energi (PT TME) melakukan serangkaian perbuatan memanipulasi proposal kontrak bisnis yang diajukan kepada PT PLN Batubara.
Yaitu tidak melakukan desk study dan kajian teknis, melakukan pengikatan kerja sama jual-beli batu bara yang masih berupa cadangan serta membuat kerja sama tidak sesuai spesifikasi batubara yang ditawarkan.
Khairil Wahyuni langsung menyetujui proposal itu sehingga uang negara dibobol hingga Rp 477 miliar. Uang itu masuk ke kantor Kokos Jiang. PLN buntung.
Kejaksaan Agung kemudian menyeret Khairil Wahyuni dan Kokos Jiang ke pengadilan. Majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Khairil Wahyuni dan 4 tahun penjara kepada Kokos Jiang.
Bagaimana dengan uang yang dikorupsi? Kokos mengembalikannya secara cash ke negara lewat Kejaksaan Agung.
Kembali lagi ke Jerry Aurum. Merujuk pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Rehabilitasi medis yakni terkait pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi sosial terkait pemulihan sosial dan mental pecandu narkoba.
Bagi pecandu yang tertangkap aparat, akan dilakukan penyelidikan. Apakah murni pecandu, atau memang terkait sindikat. Bila terkait sindikat, maka ia tetap diproses secara hukum dan diproses hingga pengadilan.
Namun bila ia benar-benar hanya pecandu/pemakai, maka BNN dapat langsung mengirimnya ke pusat rehabilitasi, tanpa perlu meneruskan prosesnya ke pengadilan.
"Untuk yang tertangkap, nanti diproses asessment sama BNN dulu. Kemungkinannya dua. Dia hanya sebagai pemakai atau terlibat sindikasi. Kalau cuma pemakai, tidak perlu proses pengadilan dulu. Langsung saja direhabilitasi. Nggak perlu diberkaskan, soalnya biaya pemberkasan itu mahal. Kecuali barang buktinya sampai puluhan gram, maka harus diberkaskan. Nantinya, terkait dia pecandu atau pengedar, baru menunggu keputusan hakim," kata Karo Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono, saat dihubungi detikcom, Senin (22/7/2019).
Baca juga:
Pemakai Ganja Dihukum 11 Tahun Penjara, Yang Korupsi Miliaran Dibui 2 Tahun
Bagaimana bila pecandu tetap diproses hukum ke pengadilan?
Dalam beberapa kasus, pecandu tetap diajukan ke pengadilan karena penyelidik meyakini ia terlibat jejaring sindikat narkoba. Dalam mengadili, hakim diberikan rambu-rambu terkait penanganan kasus tersebut.
Pasal 103 UU Narkotika menyebutkan:
(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Namun Jerry bernasib terbalik. Pengakuannya sebagai pecandu diabaikan majelis hakim. Perannya menjadi wistle blower yaitu menunjukkan pedagang ganja dan ekstasi yang dibelinya, juga tidak membuat hukumannya lebih ringan.
Jerry dan pedagang ganja-ekstasi Veldy, sama-sama dihukum 11 tahun penjara. Sangat kontras dengan Khairil Wahyuni dan Kokos Jiang yang hanya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan 4 tahun penjara. news.detik.com