WASHINGTON - Langkah-langkah China untuk mencegah virus Corona telah menyebabkan meluasnya kelaparan di wilayah Xinjiang yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Pernyataan itu dilontarkan oleh aktivis etnis Uighur yang berbasis di Amerika Serikat (AS).
The Uighur Human Rights Project, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Washington, juga menyuarakan keprihatinan bahwa virus Corona Covid-19 dapat menyebar di kamp-kamp yang dikutuk dunia internasional di mana lebih dari satu juta warga Uighur dan Muslim Turk lainnya dipenjara.
Kelompok itu mengatakan bahwa China memberlakukan karantina dengan sedikit pemberitahuan di bagian Xinjiang pada akhir Januari lalu setelah setidaknya dua kasus virus Corona Covid-19 di ibukota regional Urumqi.
"Banyak orang kekurangan makanan, obat-obatan atau persediaan penting lainnya karena mereka telah diperintahkan untuk tinggal di dalam rumah mereka," kata kelompok itu mengutip video, foto dan percakapan warga dengan anggota diaspora Uighur seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (27/2/2020).
Dalam satu video yang diyakini diambil minggu lalu di daerah Yining, seorang pria terdengar berteriak kepada para pejabat. "Saya kelaparan. Istri dan anak-anak saya kelaparan," teriak pria tersebut sebelum membenturkan kepalanya ke sebuah tiang dan berteriak, "Apakah kamu mau membunuhku? Bunuh saja aku."
Kelompok itu menjamin keaslian video itu, dengan mengatakan pria dan orang yang membuat video tersebut mengambil risiko besar dengan melanggar karantina dan menyebarkan rekaman.
Radio Free Asia sebelumnya melaporkan bahwa di kota Artux, pihak berwenang mendirikan pagar besi setinggi hampir dua meter untuk menjaga penduduk agar tidak meninggalkan lingkungan mereka.
China telah memberlakukan karantina di banyak bagian negara itu untuk menahan penyebaran virus Corona baru, yang berasal dari pusat kota Wuhan. Virus Corona Covid-19 telah menewaskan lebih dari 2.700 orang di seluruh dunia, sebagian besar di China.
China mendapat kecaman internasional atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur, dengan para aktivis dan saksi mengatakan Beijing mencoba secara paksa mengintegrasikan etnis yang sebagian besar Muslim itu dan melepaskan kebudayaan Islam mereka melalui kamp-kamp interniran.
Namun Beijing menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pendidikan, dan mengatakan kamp itu menyediakan pelatihan bagi kelompok minoritas itu dan melawan ekstremisme Islam. international.sindonews.com
The Uighur Human Rights Project, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di Washington, juga menyuarakan keprihatinan bahwa virus Corona Covid-19 dapat menyebar di kamp-kamp yang dikutuk dunia internasional di mana lebih dari satu juta warga Uighur dan Muslim Turk lainnya dipenjara.
Kelompok itu mengatakan bahwa China memberlakukan karantina dengan sedikit pemberitahuan di bagian Xinjiang pada akhir Januari lalu setelah setidaknya dua kasus virus Corona Covid-19 di ibukota regional Urumqi.
"Banyak orang kekurangan makanan, obat-obatan atau persediaan penting lainnya karena mereka telah diperintahkan untuk tinggal di dalam rumah mereka," kata kelompok itu mengutip video, foto dan percakapan warga dengan anggota diaspora Uighur seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (27/2/2020).
Dalam satu video yang diyakini diambil minggu lalu di daerah Yining, seorang pria terdengar berteriak kepada para pejabat. "Saya kelaparan. Istri dan anak-anak saya kelaparan," teriak pria tersebut sebelum membenturkan kepalanya ke sebuah tiang dan berteriak, "Apakah kamu mau membunuhku? Bunuh saja aku."
Kelompok itu menjamin keaslian video itu, dengan mengatakan pria dan orang yang membuat video tersebut mengambil risiko besar dengan melanggar karantina dan menyebarkan rekaman.
Radio Free Asia sebelumnya melaporkan bahwa di kota Artux, pihak berwenang mendirikan pagar besi setinggi hampir dua meter untuk menjaga penduduk agar tidak meninggalkan lingkungan mereka.
China telah memberlakukan karantina di banyak bagian negara itu untuk menahan penyebaran virus Corona baru, yang berasal dari pusat kota Wuhan. Virus Corona Covid-19 telah menewaskan lebih dari 2.700 orang di seluruh dunia, sebagian besar di China.
China mendapat kecaman internasional atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur, dengan para aktivis dan saksi mengatakan Beijing mencoba secara paksa mengintegrasikan etnis yang sebagian besar Muslim itu dan melepaskan kebudayaan Islam mereka melalui kamp-kamp interniran.
Namun Beijing menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pendidikan, dan mengatakan kamp itu menyediakan pelatihan bagi kelompok minoritas itu dan melawan ekstremisme Islam. international.sindonews.com