Mohammad Zubair (37) sedang dalam perjalanannya pulang dari masjid lokal di wilayah Timur Laut New Delhi dan menjumpai kerumunan orang. Dia bermaksud untuk pergi menjauh dari kerumunan itu namun ternyata tindakannya salah.
Pada Kamis (26/02/2020) Zubair melaporkan pada REUTERS, "Mereka melihat saya sendiri, mereka melihat peci saya, jenggot saya, shalwar kameez (pakaian gamis) dan melihat saya sebagai seorang muslim."
Baca juga: Kerusuhan India, 23 Orang Tewas dalam Demo Menentang UU Kewarganegaraan
"Mereka langsung menyerang, meneriakkan slogan-slogannya. Kemanusiaan macam apa ini?" ungkap Zubair.
Dalam hitungan detik, dia sudah meringkuk di tanah dikerumuni oleh belasan anak muda yang mulai menghujaninya dengan tongkat kayu dan besi.
Darah mengucur ke mana-mana dari kepalanya membasahi pakaiannya. Dia pikir dirinya akan mati. Rupanya massa itu berasal dari pemrotes di dekat Ibukota New Delhi, India.
Kerusuhan itu dipicu oleh Undang-Undang di India terkait kewarganegaraan anti-muslim banyak dikritik dan dianggap sebagai diskriminasi terhadap umat Islam.
Baca juga: 23 Orang Tewas di Kerusuhan India, tapi Ada Juga Demo yang Berlangsung Sunyi
Umat Hindu dan Muslim saling berkelahi (adu kekerasan) selama berjam-jam, memukul dengan benda keras, melempar batu dan bom bensin primitif yang menyebabkan kebakaran di beberapa titik.
Di Twitter, penulis sekaligus kolumnis asal Kuwait, Prof. Abdullah al-Shayji mengunggah video perusakan simbol masjid yang terjadi pada kerusuhan India kemarin Rabu (25/02/2020).
Di dalam keterangan yang diunggahnnya, Prof. Abdullah al-Shayji mengungkapkan kemarahannya.
Dia kurang lebih menulis, "Pemerintah Modi yang rasis melakukan perlindungan yang mendorong kawanan ekstremis Hindu untuk mengintimidasi, menyerang, membunuh umat Islam dan bahkan membakar, menodai dan menghancurkan masjid. Sementara itu, Trump dalam kunjungannya hanya mengklaim bahwa itu semua urusan internal pemerintah India."
Baca juga: Tiga Orang Terbunuh dalam Kerusuhan Jelang Kunjungan Trump ke India
Minoritas agama yang dianiaya dan berasal dari komunitas Hindu, Sikh, atau Kristen berhak mendapatkan kewarganegaraan. Tetapi mereka yang beragama Islam tidak bisa memiliki keuntungan yang sama.
Sementara itu, Partai Nasionalis Hindu dari Perdana Menteri Narendra Modi Bharatiya Janata (BJP) mengatakan undang-undang kewarganegaraan baru diperlukan untuk melindungi minoritas yang dianiaya dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, dan menyangkal adanya bias terhadap Muslim India. kompas.com
Pada Kamis (26/02/2020) Zubair melaporkan pada REUTERS, "Mereka melihat saya sendiri, mereka melihat peci saya, jenggot saya, shalwar kameez (pakaian gamis) dan melihat saya sebagai seorang muslim."
Baca juga: Kerusuhan India, 23 Orang Tewas dalam Demo Menentang UU Kewarganegaraan
"Mereka langsung menyerang, meneriakkan slogan-slogannya. Kemanusiaan macam apa ini?" ungkap Zubair.
Dalam hitungan detik, dia sudah meringkuk di tanah dikerumuni oleh belasan anak muda yang mulai menghujaninya dengan tongkat kayu dan besi.
Darah mengucur ke mana-mana dari kepalanya membasahi pakaiannya. Dia pikir dirinya akan mati. Rupanya massa itu berasal dari pemrotes di dekat Ibukota New Delhi, India.
Kerusuhan itu dipicu oleh Undang-Undang di India terkait kewarganegaraan anti-muslim banyak dikritik dan dianggap sebagai diskriminasi terhadap umat Islam.
Baca juga: 23 Orang Tewas di Kerusuhan India, tapi Ada Juga Demo yang Berlangsung Sunyi
Umat Hindu dan Muslim saling berkelahi (adu kekerasan) selama berjam-jam, memukul dengan benda keras, melempar batu dan bom bensin primitif yang menyebabkan kebakaran di beberapa titik.
Di Twitter, penulis sekaligus kolumnis asal Kuwait, Prof. Abdullah al-Shayji mengunggah video perusakan simbol masjid yang terjadi pada kerusuhan India kemarin Rabu (25/02/2020).
Di dalam keterangan yang diunggahnnya, Prof. Abdullah al-Shayji mengungkapkan kemarahannya.
Dia kurang lebih menulis, "Pemerintah Modi yang rasis melakukan perlindungan yang mendorong kawanan ekstremis Hindu untuk mengintimidasi, menyerang, membunuh umat Islam dan bahkan membakar, menodai dan menghancurkan masjid. Sementara itu, Trump dalam kunjungannya hanya mengklaim bahwa itu semua urusan internal pemerintah India."
Baca juga: Tiga Orang Terbunuh dalam Kerusuhan Jelang Kunjungan Trump ke India
Minoritas agama yang dianiaya dan berasal dari komunitas Hindu, Sikh, atau Kristen berhak mendapatkan kewarganegaraan. Tetapi mereka yang beragama Islam tidak bisa memiliki keuntungan yang sama.
Sementara itu, Partai Nasionalis Hindu dari Perdana Menteri Narendra Modi Bharatiya Janata (BJP) mengatakan undang-undang kewarganegaraan baru diperlukan untuk melindungi minoritas yang dianiaya dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, dan menyangkal adanya bias terhadap Muslim India. kompas.com