Kondisi perekonomian Indonesia sedang buruk. Sebab, perekonomian hanya ditopang dari aktivitas konsumsi, sedang kontribusi dari produksi terlalu minim.
Begitu terang analis ekonomi politik Kusfiardi saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (4/10).
“Hasil yang dikonsumsi itu tadi dinikmati oleh pihak luar (asing). Artinya kita membuat hidupnya sektor ekonomi yang menjadi eksportir kita," ujarnya.
CEO sekaligus pendiri Fine Institute itu turut menyoroti neraca perdagangan Indonesia yang defisit. Menurutnya, defisit merupakan pertanda bahwa perekonomian negeri lebih banyak impor ketimbang ekspor.
Dia pun mengkritik tim ekonomi Joko Widodo saat ini yang tidak punya arah perekonomian yang jelas, sehingga aktivitas ekonomi tanah air hanya dinikmati pihak asing.
“Pemerintah tidak punya skenario yang jelas dalam mengarahkan perekonomian nasional,” kesalnya.
Periode kuartal III-2019 sudah resmi ditutup seiring bulan September berakhir. Meski penghitungan pertumbuhan ekonomi belum dirilis, namun sejumlah pihak sudah menyampaikan rasa pesimistis ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5 persen.
Sekuritas-sekuritas besar asing juga memproyeksikan hal senada. Seperti JP Morgan Chase yang memprediksi ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,9 persen, sedang Deutsche Bank memperkirakan di level 4,8 persen.
Sementara rilis Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia pada kuartal II-2019 hanya tumbuh di angka 5,05 persen atau turun dibanding kuartal I-2019 yang menginjak angka 5,07 persen. politik.rmol.id
Begitu terang analis ekonomi politik Kusfiardi saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (4/10).
“Hasil yang dikonsumsi itu tadi dinikmati oleh pihak luar (asing). Artinya kita membuat hidupnya sektor ekonomi yang menjadi eksportir kita," ujarnya.
CEO sekaligus pendiri Fine Institute itu turut menyoroti neraca perdagangan Indonesia yang defisit. Menurutnya, defisit merupakan pertanda bahwa perekonomian negeri lebih banyak impor ketimbang ekspor.
Dia pun mengkritik tim ekonomi Joko Widodo saat ini yang tidak punya arah perekonomian yang jelas, sehingga aktivitas ekonomi tanah air hanya dinikmati pihak asing.
“Pemerintah tidak punya skenario yang jelas dalam mengarahkan perekonomian nasional,” kesalnya.
Periode kuartal III-2019 sudah resmi ditutup seiring bulan September berakhir. Meski penghitungan pertumbuhan ekonomi belum dirilis, namun sejumlah pihak sudah menyampaikan rasa pesimistis ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5 persen.
Sekuritas-sekuritas besar asing juga memproyeksikan hal senada. Seperti JP Morgan Chase yang memprediksi ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,9 persen, sedang Deutsche Bank memperkirakan di level 4,8 persen.
Sementara rilis Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia pada kuartal II-2019 hanya tumbuh di angka 5,05 persen atau turun dibanding kuartal I-2019 yang menginjak angka 5,07 persen. politik.rmol.id