Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto mengatakan tak tahu pasti peran Puan Maharani, Jafar Hafsah, hingga Pramono Anung yang sebelumnya ia sebut ikut mendapat jatah uang proyek e-KTP.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu hanya menduga Puan, Jafar, dan Pramono membantu koleganya Made Oka Masagung dalam pelaksanaan proyek e-KTP.
"Mungkin pak mereka juga ikut urusan Oka dari sisi mana dengan si Anang, yang berkaitan dengan e-KTP, tapi secara detail enggak tahu," kata Setnov di sidang lanjutan proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3).
Sebelumnya, Setnov menyatakan tidak tahu apa peran Puan dan Pramono sehingga menerima jatah duit proyek e-KTP.
Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas mencecar Setnov terkait itu.
"Tadi saudara sebut beberapa nama ya, Ketua Fraksi (PDIP) Mba Puan Maharani, ketua Fraksi (Demokrat) Jafar Hafsah, atau Pak Pramono Anung, kalau mereka dapat uang apa yang mereka lakukan, sih?" tanya jaksa Basir.
"Saya tidak tahu pak," jawab Setnov, yang tengah diperiksa sebagai terdakwa korupsi proyek e-KTP.
Tak puas dengan jawaban Setnov, jaksa Basir kembali mencecar pertanyaan yang sama. Menurut jaksa Basir, sangat aneh bila tak memiliki peran tetapi turut mendapat jatah uang.
"Ya itu tanggung jawab Oka, yang jelas Oka itu dekat lah sama pihak mereka (Pramono dan Puan)," tuturnya.
Setnov sebelumnya menyebut Puan, Jafar, dan Pramono turut kecipratan duit korupsi e-KTP. Setnov mengatakan bahwa informasi pemberian uang kepada Pramono, Jafar, Puan itu didapatkan dari Oka, Andi Agustinus alias Andi Narogong, serta keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Dari keterangan Oka, Setnov menyebut Pramono dan Puan masing-masing diberi US$500 ribu.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri oleh Oka dan Irvanto. Di sana mereka bilang berikan ke Puan Maharani US$500 ribu dan Pramono Anung US$500 ribu," kata Setnov.
Pramono sendiri sudah membantah menerima uang e-KTP. Dia menyebut pernyataan Setnov di sidang hari ini sebagai upaya mendapat status justice collaborator dari KPK.
Kata Pramono, dia tak pernah membicarakan proyek e-KTP dengan Setnov.
Tak Percaya Johannes Marliem
Dalam sidang, Setnov juga menyatakan tak percaya dengan mantan Direktur PT Biomorf Lone, mendiang Johannes Marliem sejak awal pengerjaan proyek pengadaan e-KTP.
Perusahaan Marliem merupakan pemasok Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merek L-1 untuk proyek e-KTP.
Kecurigaan Setnov kepada Marliem muncul saat menanyakan kelebihan dan harga AFIS merek L-1.
"Saya dengan JM ini sebenarnya enggak percaya pak, karena saya pernah ngomong sama Andi, 'Ndi ini ngapain pakai gini-ginian, pertama software pernah dipakai di India,' jadi sudah ada kecurigaan di awal," tutur dia.
Setnov mengakui mempertanyakan harga AFIS merek L-1 ke Marliem yang dinilainya terlalu mahal. Dia pun meminta Marliem menurunkan harga tersebut usai mendapat penjelasan dari Country Manager HP Enterprise Service, Charles Sutanto Ekpradja.
Dalam penjelasannya, Charles Sutanto mengatakan bahwa harga yang ditawarkan PT Biomorf Lone itu terlalu mahal. Setnov kemudian meminta diskon kepada Marliem sebesar 50 persen dari harga awal sebesar 5 sen dolar AS atau setara dengan Rp5.000 per keping e-KTP.
Setnov beralasan permintaan dirinya kepada Marliem, yang telah tewas pada Agustus 2017 lalu itu hanya semata-mata untuk membantu pemerintah mengurangi anggaran proyek e-KTP. Dia berkilah pengurangan harga tersebut bukan untuk kepentingan pribadi.
"Saya sebenarnya cuma ingin harga turun. Kalau turun pak, pemerintah lebih untung," tutur Setnov. cnnindonesia.com
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu hanya menduga Puan, Jafar, dan Pramono membantu koleganya Made Oka Masagung dalam pelaksanaan proyek e-KTP.
"Mungkin pak mereka juga ikut urusan Oka dari sisi mana dengan si Anang, yang berkaitan dengan e-KTP, tapi secara detail enggak tahu," kata Setnov di sidang lanjutan proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3).
Sebelumnya, Setnov menyatakan tidak tahu apa peran Puan dan Pramono sehingga menerima jatah duit proyek e-KTP.
Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas mencecar Setnov terkait itu.
"Tadi saudara sebut beberapa nama ya, Ketua Fraksi (PDIP) Mba Puan Maharani, ketua Fraksi (Demokrat) Jafar Hafsah, atau Pak Pramono Anung, kalau mereka dapat uang apa yang mereka lakukan, sih?" tanya jaksa Basir.
"Saya tidak tahu pak," jawab Setnov, yang tengah diperiksa sebagai terdakwa korupsi proyek e-KTP.
Tak puas dengan jawaban Setnov, jaksa Basir kembali mencecar pertanyaan yang sama. Menurut jaksa Basir, sangat aneh bila tak memiliki peran tetapi turut mendapat jatah uang.
"Ya itu tanggung jawab Oka, yang jelas Oka itu dekat lah sama pihak mereka (Pramono dan Puan)," tuturnya.
Setnov sebelumnya menyebut Puan, Jafar, dan Pramono turut kecipratan duit korupsi e-KTP. Setnov mengatakan bahwa informasi pemberian uang kepada Pramono, Jafar, Puan itu didapatkan dari Oka, Andi Agustinus alias Andi Narogong, serta keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Dari keterangan Oka, Setnov menyebut Pramono dan Puan masing-masing diberi US$500 ribu.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri oleh Oka dan Irvanto. Di sana mereka bilang berikan ke Puan Maharani US$500 ribu dan Pramono Anung US$500 ribu," kata Setnov.
Pramono sendiri sudah membantah menerima uang e-KTP. Dia menyebut pernyataan Setnov di sidang hari ini sebagai upaya mendapat status justice collaborator dari KPK.
Kata Pramono, dia tak pernah membicarakan proyek e-KTP dengan Setnov.
Tak Percaya Johannes Marliem
Dalam sidang, Setnov juga menyatakan tak percaya dengan mantan Direktur PT Biomorf Lone, mendiang Johannes Marliem sejak awal pengerjaan proyek pengadaan e-KTP.
Perusahaan Marliem merupakan pemasok Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merek L-1 untuk proyek e-KTP.
Kecurigaan Setnov kepada Marliem muncul saat menanyakan kelebihan dan harga AFIS merek L-1.
"Saya dengan JM ini sebenarnya enggak percaya pak, karena saya pernah ngomong sama Andi, 'Ndi ini ngapain pakai gini-ginian, pertama software pernah dipakai di India,' jadi sudah ada kecurigaan di awal," tutur dia.
Setnov mengakui mempertanyakan harga AFIS merek L-1 ke Marliem yang dinilainya terlalu mahal. Dia pun meminta Marliem menurunkan harga tersebut usai mendapat penjelasan dari Country Manager HP Enterprise Service, Charles Sutanto Ekpradja.
Dalam penjelasannya, Charles Sutanto mengatakan bahwa harga yang ditawarkan PT Biomorf Lone itu terlalu mahal. Setnov kemudian meminta diskon kepada Marliem sebesar 50 persen dari harga awal sebesar 5 sen dolar AS atau setara dengan Rp5.000 per keping e-KTP.
Setnov beralasan permintaan dirinya kepada Marliem, yang telah tewas pada Agustus 2017 lalu itu hanya semata-mata untuk membantu pemerintah mengurangi anggaran proyek e-KTP. Dia berkilah pengurangan harga tersebut bukan untuk kepentingan pribadi.
"Saya sebenarnya cuma ingin harga turun. Kalau turun pak, pemerintah lebih untung," tutur Setnov. cnnindonesia.com