Sejumlah calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi yang lolos hingga tahap uji publik dilaporkan memiliki "catatan yang bermasalah".
Capim ini diduga tidak membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sementara dua lainnya dianggap "punya masalah integritas", namun calon-calon yang dianggap bermasalah membantah tuduhan tersebut.
Jasman Panjaitan dinilai 11 kali tidak membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama menjabat juru bicara Kejaksaan Agung.
Saat panitia seleksi menanyakan hal ini di uji publik gedung Sekretariat Negara, Jakarta, hari Rabu (28/08), Jasman menjawab, "Saya telah dua kali melaporkan LHKPN, di sini salah satu kurangnya (adalah) koordinasi KPK dan Kejaksaan, harusnya Kejaksaan membuat suatu aturan."
"Kalau terpilih, akan segera saya kirim berapa harta saya," katanya.
Berdasarkan catatan KPK, mantan Kajati Kalimantan Barat ini terakhir melaporkan LHKPN tujuh tahun lalu dengan harta kekayaan mencapai Rp2 miliar.
"Kebetulan saya ini tidak tahu. Yang saya tahu hanya harta saya pribadi. Kebetulan istri saya ini jago cari duit. Dia putar-putar duit di pasar," lanjut Jasman.
Jasman merupakan salah satu Capim KPK yang mendapat sorotan dari Koalisi Kawal Capim KPK.
Anggota Koalisi Kawal Capim KPK, Wana Alamsyah, mengatakan capim-capim bermasalah lolos hingga terpilih 20 orang karena Pansel KPK "permisif terhadap calon yang tidak patuh melaporkan LHKPN".
"Ketika Pansel tidak melihat LHKPN sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan proses berikutnya, ini yang menjadi masalah sampai saat ini," kata Wana, kepada Muhammad Irham, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Wana merujuk pada Pasal 29 huruf k Undang-Undang KPK yang menjelaskan untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan mengumumkan kekayaan.
Namun aturan ini dibaca lain oleh Ketua Tim Pansel KPK, Yenti Ganarsih. Kata dia, komitmen menyerahkan LHKPN baru akan ditodong kepada capim KPK yang sudah terpilih nanti, karena para pendaftar tidak semuanya penyelenggara negara.
"Karena tidak semua yang daftar ini punya LHKPN, artinya tidak wajib... Ya, kita ikut aturan saja. Nanti mereka gugat kita, (karena dianggap) mempersulit," kata Yenti.
'Akan terasing di KPK'
Di luar nama Jasman, Koalisi Kawal Capim KPK memprotes dua nama capim, yaitu Antam Novambar dan Firli Bahuri. Keduanya merupakan anggota Polri.
Antam diduga pernah mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa, sementara Firli pernah dilaporkan karena diduga melakukan pelanggaran etik semasa menjabat Deputi Penindakan KPK.
Dalam uji publik yang dilakukan Tim Pansel KPK, Selasa (27/08), keduanya membantah tuduhan tersebut.
Wana Alamsyah, yang juga aktivis Indonesian Corruption Watch, mengatakan saat ini KPK menjadi lembaga yang sangat dipercaya oleh publik.
Ia mengatakan ketika nanti KPK dipimpin oleh orang-orang bermasalah, maka kepercayaan masyarakat bisa runtuh. Penanganan perkara korupsi mandek, penyidik KPK rentan diteror karena tidak ada komitmen perlindungan dari pimpinannya.
"Jangan sampai intimidasi dan teror kepada KPK ini akan berdampak ke masyarakat, sehingga masyarakat takut melaporkan kasus korupsi," kata Wana.
Contoh yang paling mengemuka adalah kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK, Novel Baswedan, yang sudah dua tahun dan pelakunya masih bebas berkeliaran.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan jika capim KPK bermasalah lolos menjadi komisioner maka akan terasing dengan sendirinya.
Kata Saut, lembaganya sudah memiliki sistem pengawasan internal yang ketat, sehingga siapa pun "yang macam-macam" tidak akan betah lama-lama bekerja di KPK.
"Siapa pun yang datang ke KPK ini, dia akan tertantang dengan sendirinya… Dia tidak akan lama-lama kalau tidak berintegritas di KPK. Kita tinggi pengawasannya," jelas Saut.
Selain itu, kata Saut, pengawasan dari eksternal juga cukup tinggi. bbc.com
Capim ini diduga tidak membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sementara dua lainnya dianggap "punya masalah integritas", namun calon-calon yang dianggap bermasalah membantah tuduhan tersebut.
Jasman Panjaitan dinilai 11 kali tidak membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama menjabat juru bicara Kejaksaan Agung.
Saat panitia seleksi menanyakan hal ini di uji publik gedung Sekretariat Negara, Jakarta, hari Rabu (28/08), Jasman menjawab, "Saya telah dua kali melaporkan LHKPN, di sini salah satu kurangnya (adalah) koordinasi KPK dan Kejaksaan, harusnya Kejaksaan membuat suatu aturan."
"Kalau terpilih, akan segera saya kirim berapa harta saya," katanya.
Berdasarkan catatan KPK, mantan Kajati Kalimantan Barat ini terakhir melaporkan LHKPN tujuh tahun lalu dengan harta kekayaan mencapai Rp2 miliar.
"Kebetulan saya ini tidak tahu. Yang saya tahu hanya harta saya pribadi. Kebetulan istri saya ini jago cari duit. Dia putar-putar duit di pasar," lanjut Jasman.
Jasman merupakan salah satu Capim KPK yang mendapat sorotan dari Koalisi Kawal Capim KPK.
Anggota Koalisi Kawal Capim KPK, Wana Alamsyah, mengatakan capim-capim bermasalah lolos hingga terpilih 20 orang karena Pansel KPK "permisif terhadap calon yang tidak patuh melaporkan LHKPN".
"Ketika Pansel tidak melihat LHKPN sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan proses berikutnya, ini yang menjadi masalah sampai saat ini," kata Wana, kepada Muhammad Irham, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Wana merujuk pada Pasal 29 huruf k Undang-Undang KPK yang menjelaskan untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan mengumumkan kekayaan.
Namun aturan ini dibaca lain oleh Ketua Tim Pansel KPK, Yenti Ganarsih. Kata dia, komitmen menyerahkan LHKPN baru akan ditodong kepada capim KPK yang sudah terpilih nanti, karena para pendaftar tidak semuanya penyelenggara negara.
"Karena tidak semua yang daftar ini punya LHKPN, artinya tidak wajib... Ya, kita ikut aturan saja. Nanti mereka gugat kita, (karena dianggap) mempersulit," kata Yenti.
'Akan terasing di KPK'
Di luar nama Jasman, Koalisi Kawal Capim KPK memprotes dua nama capim, yaitu Antam Novambar dan Firli Bahuri. Keduanya merupakan anggota Polri.
Antam diduga pernah mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa, sementara Firli pernah dilaporkan karena diduga melakukan pelanggaran etik semasa menjabat Deputi Penindakan KPK.
Dalam uji publik yang dilakukan Tim Pansel KPK, Selasa (27/08), keduanya membantah tuduhan tersebut.
Wana Alamsyah, yang juga aktivis Indonesian Corruption Watch, mengatakan saat ini KPK menjadi lembaga yang sangat dipercaya oleh publik.
Ia mengatakan ketika nanti KPK dipimpin oleh orang-orang bermasalah, maka kepercayaan masyarakat bisa runtuh. Penanganan perkara korupsi mandek, penyidik KPK rentan diteror karena tidak ada komitmen perlindungan dari pimpinannya.
"Jangan sampai intimidasi dan teror kepada KPK ini akan berdampak ke masyarakat, sehingga masyarakat takut melaporkan kasus korupsi," kata Wana.
Contoh yang paling mengemuka adalah kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK, Novel Baswedan, yang sudah dua tahun dan pelakunya masih bebas berkeliaran.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan jika capim KPK bermasalah lolos menjadi komisioner maka akan terasing dengan sendirinya.
Kata Saut, lembaganya sudah memiliki sistem pengawasan internal yang ketat, sehingga siapa pun "yang macam-macam" tidak akan betah lama-lama bekerja di KPK.
"Siapa pun yang datang ke KPK ini, dia akan tertantang dengan sendirinya… Dia tidak akan lama-lama kalau tidak berintegritas di KPK. Kita tinggi pengawasannya," jelas Saut.
Selain itu, kata Saut, pengawasan dari eksternal juga cukup tinggi. bbc.com